Selasa, 17 Juli 2012

Bertani Kelapa Sawit


I.     PENDAHULUAN
Tanaman merupakan produsen utama dalam menghasilkan bahan makanan/pangan. Bahan-bahan makanan yang dihasilkan tanaman ini sangat berguna bagi makhluk hidup lain, terutama manusia. Pangan merupakan kebutuhan hidup terpenting bagi manusia, setelah udara dan air. Pemenuhan kebutuhan makan adalah hak yang paling asasi dari manusia yang tidak bisa ditawar lagi. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu dari konsepsi ketahan pangan. Ketahanan pangan mencakup produksi dan ketersediaan pangan, distribusi dan keterjangkauan oleh semua orang, konsumsi individual untuk memenuhi kebutuhan gizi, dan monitor kekurangan pangan. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.  Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan.  Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa persoalan ketahanan pangan tidak terlepas dari persoalan kemiskinan yang dihadapi oleh bangsa ini.
Pemenuhan kebutuhan pangan sangat berkaitan dengan peran tanaman. Untuk tumbuh dan berkembang dengan baik maka tanaman harus memperoleh tempat tumbuh yang baik pula, tempat tumbuh tanaman disini adalah tanah. Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu sangat panjang, dan berwujud sebagai suatu tubuh alam yang berdimensi tiga, dan menduduki sebagian besar permukaan bumi. Penurunan produksi bahan pangan nasional yang dirasakan saat ini lebih disebabkan oleh semakin sempitnya luas lahan pertanian yang produktif (terutama di pulau Jawa) sebagai akibat alih fungsi seperti konversi lahan sawah, ditambah isu global tentang meningkatnya degradasi lahan (di negara berkembang). Salah satu alternatif pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan adalah pendayagunaan lahan kering. Selain karena memang tersedia cukup luas, sebagian dari lahan kering belum diusahakan secara optimal sehingga memungkinkan peluang dalam pengembangannya. Umumnya jenis tanah yang mendominasi pada lahan kering bersifat masam. Jenis tanah masam diantaranya terdapat pada tanah ordo Ultisol. Ultisols adalah tanah-tanah yang berwarna kuning merah dan telah mengalami pencucian yang sudah lanjut. Ultisol dibentuk oleh proses pelapukan dan pembentukan tanah yang sangat intensif karena berlangsung dalam lingkungan iklim tropika dan subtropika yang bersuhu panas dan bercurah hujan tinggi dengan vegetasi klimaksnya hutan rimba. Tindakan konservasi tanah dan air, bertujuan untuk melindungi tanah terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh butirbutir air hujan yang jatuh, memperlambat aliran permukaan (run off), memperbesar kapasitas infiltrasi dan memperbaiki aerasi serta memberikan penyediaan air bagi tanaman. Pada lahan kering, tindakan konservasi lebih ditujukan pada upaya mengurangi erosi dan kehilangan unsur hara.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara memanajemen lahan kering pada jenis tanah ultisol untuk budidaya tanaman kelapa sawit, sehingga dengan pengelolaan lahan yang baik diharapkan tanaman kelapa sawit mampu tumbuh dan berkembang serta berproduksi dengan optimal pada lahan yang diusahakan.
II.      DESKRIPSI TANAMAN
2.1    Klasifikasi
Divisi               : Embryophyta Siphonagma
Kelas               : Angiospermae
Ordo                : Monocotyledonae
Famili              : Arecaceae
Subfamili         : Cocoideae
Genus              : Elaeis
Species            : Elaeis Guinensis Jacq (Maselanusboman, 2007).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting. Tanaman kelapa sawit termasuk kedalam famili Palmae dan subkelas Monocotyledoneae. Spesies lain dari genus Elaeis adalah  yang dikenal sebagai kelapa sawit Amerika Latin. Beberapa varietas unggul yang ditanam adalah : Dura, Pisifera dan Tenera (Suluhkarso, 2012).
2.2    Morfologi: gambar/foto; umum, akar, daun, batang, bunga, buah
a.   
a.       Pt    =  permukaan tanah
b.      P     =  plumula
c.       Pr    =  akar primer
d.      Ad  = akar yang tumbuh mendatar
e.       R   = akar yang tumbuh vertikal
f.       S     = tempurung
g.      Co  = cotiledon

Akar
 
            Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.  Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal (Elok, 2010).    
b.    Batang                               
Keterangan :
   AR  = akar yang tumbuh mendatar
   SL   = permukaan tanah.
   B     =  pangkal batang.
   LB  = batang dengan nomor pelepah.
   A    =  titik tumbuh.
   SP        = tangkai daun.

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan (Elok, 2010).
            Di batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas.
c. Daun
           


Keterangan :
                                               SP = Duri
                                               PE = Pangkal Pelepah
                                         VL = Pangkal pelepah dengan daun-daun yang tidak tumbuh normal
                                               RA = Bagian tengah dengan daun-daun normal
                                               TL = Sepasang daun terakhir yang bentuknya oval
Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisisnya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun (Elok, 2010).
d. Bunga dan buah
           





Gambar bungan betina                                    Gambar bungan jantan
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyrbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk (Catantora, 2012).
            Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).
            Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah.
1.  Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun
2.  Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang selanjutnya akan menjadi akar (Elok, 2010).
            Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif  pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan menyerap makanan dari dalam tanah. 
            Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles) (Catantora, 2012).
e. Biji
            Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji (Elok, 2010).
            Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode  dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment (Elok, 2010).
2.3    Pertumbuhan dan perkembangan: fase-fase pertumbuhan (pra vegetatif, vegetatif, generatif) (umur/kecepatan tumbuh)
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit secara generatif memerlukan beberapa tahap atau fase-fase dalam pertumbuhannya, yaitu :
a.    Fase pertumbuhan pravegetatif
-       Perkecambahan
Dalam fase ini benih kelapa sawit diperlakukan sedemikian rupa sehingga pada waktu tertentu benih tersebut dapat berkecambah. Setelah mengalami beberapa kali perlakuan maka dalam waktu 15-20 hari benih akan berkecambah.
-       Penyemaian
Benih yang telah berkecambah dimasukkan dalam polybag kecil ukuran 12 cm x 23 cm atau 15 cm x 23 cm, kemudian dipelihara dengan baik. Pada fase persemaian membutuhkan waktu 70-80 hari, setelah itu siap untuk dibibitkan.
b.    Fase pertumbuhan vegetatif
Dalam fase ini hasil persemaian yang telah mengalami beberapa perlakuan selanjutnya dibibitkan. Pembibitan/masa vegetatif tanaman kelapa sawit membutuhkan waktu sampai 32 bulan.

c.    Fase generatif
Setelah mengalami proses pertumbuhan dari benih menjadi kecambah, setelah itu dari kecambah menjadi bibit, kemudian tumbuh menjadi tanaman kelapa sawit muda. Setelah fase vegetatif yaitu sekitar 32 bulan maka terjadi alih fungsi jaringan ada tanaman kelapa sawit, yaitu tanaman kelapa sawit memasuki fase generatif. Pada fase generatif ini tanaman kelapa sawit dapat bertahan hingga 25 tahun atau bahkan lebih, tergantung dari genetik tanaman dan lingkungan yang mempengaruhinya.
2.4    Komposisi jaringan (tanaman, hasil produksi)
1.    Jaringan pada akar
Akar merupakan bagian tumbuhan yang berfungsi menyerap air dan mineral dari dalam tanah. Tidak semua akar dapat mengisap zat-zat makanan, tetapi hanya bagian tertentu saja yaitu bagian yang belum diliputi gabus dan bagian yang belum tua. Lapisan-lapisan jaringan penyusun akar,adalah: (a) Epidermis (lapisan terluar); (b) Korteks (lapisan di bawah epidermis); (c) Endodermis (memisahkan korteks dengan silinder pusat); (d) Silinder pusat (lapisan dalam akar).
2.    Jaringan pada batang
Batang berfungsi sebagai penghubung antara akar dan daun tumbuhan serta dapat juga sebagai tempat penyimpanan hasil fotosintesis dan air. Jaringan pada batang meliputi: (a) Epidermis (kulit luar); (b) Korteks (kulit pertama); (c) Endodermis (sarung tepung); (d) Silinder pusat (stele).
3.    Jaringan pada daun
Daun adalah organ tumbuhan yang umumnya berbentuk pipih,melebar,dan berwarna hijau. Daun berfungsi untuk tempat fotosintesis dan transpirasi (penguapan). Sistem jaringan pada daun terdiri atas: (a) Epidermis atas, berfungsi melindungi jaringan di bagian dalamnya. (b) Mesofil, sebagai jaringan dasar terletak antara epidermis atas dan bawah. (c) Berkas pengangkut, yang terdiri dari penbuluh kayu dan pembuluh tapis. (d) Epidermis bawah, terdapat stomata sebagai tempat keluar masuknya udara dan air.
4.    Jaringan pada bunga
Bunga merupakan alat perkembangbiakan pada tumbuhan biji. Bagian-bagian bunga meliputi: (a) Kelopak bunga (kaliks), berfungsi sebagai lapisan pelindung kuncup bunga; (b) Mahkota bunga (korola), berwarna dan berbau harum sebagai penarik hewan untuk membantu penyerbukan(pollinator); (c) Benang sari (stamen), terdiri dari kepala sari (antera) dan tangkai sari (filamentum), berfungsi sebagai alat kelamin jantan; (d) Putik (pistil), sebagai alat kelamin betina.
2.5 Produksi dan pemanfaatan residu (bagian tanaman yang dipanen, pemanenan (waktu, cara, produksi), produktivitas tanaman, produktivitas residu)
Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan  memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah berumur 2,5 tahun dan proses pemasakan buah berkisar 5 - 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Buah kelapa sawit dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon kelapa sawit rata-rata terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan buah matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk memudahkan pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di tengah gawangan.
Gambar 25. Cara panen pada tanaman kelapa sawit dengan metode dodos
  Sumber : Sarwani (2008).
Kelapa sawit adalah penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kadar kolesterol rendah, bahkan tanpa kolesterol. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau palm kerner oil) yang tidak berwarna. CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan, industi sabun, industri baja, industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (Manurung, 2001).
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik, dan tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan arang aktif (Nisbantoro, 2011).
    
Tandan buah yang siap panen     Tandan buah segar kelapa sawit yang telah dipanen (Sarwani, 2008).



Perkiraan produksi TBS, minyak sawit dan inti sawit pada berbagai umur tanaman kelapa sawit
Sumber : Sarwani (2008).
Berikut ini adalah produktivitas kelapa sawit dengan asumsi-asumsi yang digunakan antara lain :
·         Luas lahan budidaya adalah 1 ha, dengan tingkat kesesuaian lahan untuk perkebunan sawit kelas 3 (S3).
·         Populasi kebun 143 pohon/ha
·         Jumlah bibit cadangan 10% dari total kebutuhan bibit
·         Produktivitas lahan sesuai dengan tingkat kesesuaian lahan (S3)
Umur
Produktivitas (ton/ha/thn)
Umur
Produktivitas (ton/ha/thn)
3
6
15
24
4
10
16
23
5
14
17
22
6
18
18
22
7
23
19
21
8
25
20
20
9
25
21
19
10
25
22
18
11
25
23
17
12
25
24
16
13
25
25
15
14
24


III.   EKOLOGI
3.1 Iklim
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15 °LU-15 °LS. Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit berkisar 2000–2500 mm per tahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Temperatur optimal 24-280C. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80-90%. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl (Budie, 2010). Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 1000 meter di atas permukaan laut (dpl). Akan tetapi, pertumbuhan tanaman dan produktivitas yang optimal akan tercapai jika ditanam di lokasi dengan ketinggian maksimum 400 meter dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
3.2 Kondisi lahan
Kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Sesuai (S) dan Tidak Sesuai (N). Kelas sesuai dibagi menjadi 3 (tiga) sub-kelas, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), agak sesuai (S3). Kelas tidak sesuai dibagi menjadi 2 (dua) sub-kelas, yaitu tidak sesuaibersyarat (N1) dan tidak sesuai permanen (N2). Setiap sub-kelas terdiri dari satu atau lebih unit kesesuaian yang lebih menjelaskan tentang jumlah dan intensitas faktor pembatas.
3.3 Kondisi tanah
Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit adalah mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, tetapi pH optimumnya berada antara 5.0 – 5.6, dan tanah tidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.
3.4 Kebutuhan air (pada masing-masing fase pertumbuhan)
a.    fase pertumbuhan pravegetatif
-       Perkecambahan
Dalam fase perkecambahan benih dimasukkan kedalam kantong plastik, dan penyiraman benih dilakukan dengan sprayer untuk menjaga kelembaban benih didalam kantong
-       Persemaian
Pada fase ini keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah polybag dapat menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit. Penyiraman dapat dilakukan dengan sisitem springkel irrigation.
b.    Fase pertumbuhan vegetatif
Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih dari 7-8 mm pada hari yang bersangkutan. Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. Kebutuhan air siraman ± 2 lt/polybag/hari, disesuaikan dengan umur bibit.
c.    Fase generatif
Pada fase generatif kebutuhan air ditentukan dengan kondisi tanah. Apabila tanaman kelapa sawit ditanam pada tanah berpasir maka kebutuhan akan air akan semakin banyak, dibandingkan dengan tanah yang didominasi liat.

IV.   PENGELOLAAN TANAH DAN AIR PADA BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT
4.1 Penyiapan lahan (waktu, teknik, pertimbangan)
Persiapan lahan merupakan kegiatan yang sangat penting dan harus dilaksanakan berdasarkan jadwal kegiatan yang sudah ditetapkan. Mengingat areal kebun kelapa sawit yang cukup luas, pembukaan lahan dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap. Namun, yang terpenting adalah keadaan kebun sudah siap dipanen dan dapat memasok buah yang akan diolah ketika pabrik sudah siap berproduksi.
Tanaman kelapa sawit sering ditanam pada areal / lahan : bekas hutan (bukaan baru, new planting), bekas perkebunan karet atau lainnya ( konversi), bekas tanaman kelapa sawit (bukaan ulangan, replanting). Cara membuka untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia.
1.    Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar atau areal yang ditumbuhi lalang.
2.    Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas tanaman perkebunan lainnya.
3.    Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa sawit (Catantora, 2012).
Pembukaan lahan secara mekanis pada tanah bukaan ulangan terdiri dari pekerjaan, yakni: a) pengolahan tanah secara mekanis dengan menggunakan traktor. b) meracun batang pokok kelapa sawit dengan cara membuat lubang sedalam 20 cm pada ketinggian 1 meter pada pokok tua. Lubang diisi dengan Natrium arsenit 20 cc per pokok, kemudian ditutup dengan bekas potongan lubang; c) membongkar, memotong dan membakar. Dua minggu setelah peracunan, batang pokok kelapa sawit dibongkar sampai akarnya dan swetelah kering lalu dibakar; d) pada bukaan ulangan pembersihan bekas-bekas batang harus diperhatikan dengan serius karena sisa batang, akar dan pelepah daun dapat menjadi tempat berkembangnya hama (misalnya kumbang Oryctes) atau penyakit ( misalnya cendawan Ganoderma) (Masifah dan Zufika, 2009).
4.2 Pemupukan (waktu, jenis, dosis, cara)
Pupuk merupakan salah satu sumber unsur hara utama yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Penyediaan hara dalam tanah melalui pemupukan harus seimbang, yaitu disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi maksimal dan menghasilkan minyak berkualitas baik (Adiwiganda dan Siahaan, 1994). Untuk meningkatkan produksi maksimal kelapa sawit, maka dalam pelaksanaan pemupukan harus mengacu pada tujuh tepat, yaitu tepat jenis, dosis, waktu, cara, penempatan, bentuk formulasi, dan rotasi.









Standar Dosis Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Sumber : Indah dan Sinaga (2008).

Standar Dosis Pemupukan Tanaman Menghasilkan ( TM )
Sumber : Indah dan Sinaga (2008).
            Cara pemberian pupuk diperhatikan secara seksama agar pemupukan dapat terlaksana secara efisien. Untuk mencapai maksud tersebut, pemberian pupuk pada Tanaman Menghasilkan (TM) harus dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
   Pupuk N ditaburkan secara merata pada piringan mulai jarak 50 cm sampia  dipinggir luar piringan.
   Pupuk P, K, dan Mg ditabur secara merata dari jari – jari 1,0 m hingga jarak 3,0 m dari pangkal pokok (0,75 – 1,0 m di luar piringan)
   Pupuk B ditaburkan secara merata pada jarak 30 – 50 cm dari tanaman pokok
            Pemberian pupuk pada kelapa sawit diatur dua kali dalam setahun. Pemberian pupuk yang pertama dilakukan pada akhir musim hujan yaitu bulan Maret – April dan pemberian pupuk kedua dilakukan pada awal musim  hujan yaitu bulan September – Oktober.
 
Pemupukan kelapa sawit secara          Pemupukan kelapa sawit secara pocket ditaburkan (Budie, 2010)                 (dibenam) (Budie, 2010)

4.3. Penyiangan (waktu, teknik)
Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanah di antara tanaman kelapa sawit (gawangan) dengan tanaman kacang penutup tanah dan membuat piringan di sekeliling tiap individu tanaman. Bila pertumbuhan gulma tidak dikendalikan dengan baik, maka berbagai macam gulma dapat tumbuh dengan subur dan mengganggu (menyaingi) pertumbuhan tanaman pokok, menyebabkan keadaan kebun menjadi kotor dan lembab. Pengendalian gulma pada tanaman menghasilkan dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya saingan terhadap tanaman pokok, memudahkan pelaksanaan pemeliharaan, dan mencegah berkembangnya hama dan penyakit tertentu.
Secara garis besar jenis – jenis gulma yang dijumpai pada perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi :
1.    Gulma berbahaya, yaitu gulma yang memiliki daya saing tinggi terhadap tanaman pokok, misalanya lalang (Imperata cylindrica), sembung rambat (Mikania cordata dan M. Micrantha), lempuyangan (Panicum repens), teki (Cyperus rotundus), serta beberapa tumbuhan berkayu diantaranya.putihani/krinyuh (Eupathorium odoratum syn. Chromolaena odorata), harendong (Melastoma malabtrichum), dan tembelekan (Lantana camara)
2.    Gulma lunak, yaitu gulma yang keberadaannya dalam budi daya tanaman kelapa sawit dapat di toleransi, sebab jenis gulma ini dapat menahan erosi tanah, kendati demikian pertumbuhannya harus dikendalikan. Yang termasuk gulma lunak misalnya babadotan/wedusan (Ageratum conyzoides), rumput kipahit (Paspalum conjugatum), pakis (Nephrolepis biserata), dan sebagainya (Sarwani, 2008).
          Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut :
1.    Pengendalian gulma secara manual, yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan peralatan dan upaya pengendalian secara konvensional, misalnya dibabad, dibongkar dengan cangkul, digarpu dan sebagainya.
2.    Pengendalian gulma secara kimia, yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida, baik yang bersifat kontak maupun sistemik.
3.    Pengendalian Secara kultur teknis,yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan tanaman penutup tanah jenis kacangan.
 







Gambar 24. Tanaman Kelapa Sawit setelah Pengendalian Gulma
            Sumber : Masifah dan Zufika (2009).
4.4 Pengairan (irigasi/drainasi) (waktu, cara, jumlah air)
Pengelolaan air merupakan faktor yang penting diperhatikan dalam budidaya kelapa sawit. Pengelolaan air yang umum dilakukan berupa pembuatan saluran drainase supaya keadaan air di tanah dapat terkendali. Saluran drainase yang ada di kebun dan selalu dilakukan pekerjaan rutin dari afdeling berupa rawat parit sisip. Parit sisip berguna untuk mengalirkan air keluar dari lahan secepatnya bila keadaan lahan basah lebih dari dua hari setelah hujan. kegiatan penyiraman di pembibitan utama dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah air yang diperlukan sekitar 9–18 liter per minggu untuk setiap bibit.
a.    Sistem Drainase
Pembuatan sistem drainase bertujuan untuk mengendalikan tata air di wilayah Kebun Inti 1. Dasar pembuatan sistem drainase di Kebun Inti 1 ditujukan untuk mengendalikan kelembaban tanah sehingga kadar airnya stabil dengan kedalaman permukaan air (water table) maksimum 60 cm. Pembangunan saluran drainase juga diusahakan terhindar dari kejenuhan air selama 2 minggu. Sistem drainase dibuat berdasarkan kemampuan saluran air untuk mengeluarkan kelebihan air dalam 24 jam. Volume air yang dialirkan melalui sistem drainase biasanya berkisar 60-80 % dari curah hujan, bergantung pada jenis tanah, topografi, dan lamanya periode kekeringan.
b.    Bendungan
Penanganan kekurangan air dilakukan dengan membuat bendungan untuk mempertahankan level air tetap pada kondisi minimal atau 60 cm dari lahan. Semakin dekat bendungan dengan saluran pembuangan atau semakin banyak blok yang termasuk dalam jalur pembuangan maka bendungan yang dibuat semakin kokoh. Bendungan dibuat bervariasi sesuai dengan manfaat yang akan diambil setelah pembuatan yaitu sementara atau pemanen. Bendungan yang hanya menahan level air dan berada di lahan gambut dibuat dengan menggunakan karungkarung yang diisi tanah supaya bila terjadi penurunan permukaan parit bendungan tetap berfungsi baik (Alberto, dkk., 2009).
4.5 Pasca panen
Tandan buah sawit dari kebun akan langsung diolah. Proses yang dilakukan meliputi proses sterilisasi, perontokan, pencacahan, dan pengepresan untuk mendapatkan minyak sawit. Dari proses pengepresan akan dihasilkan fase cair (minyak) dan fase padat berupa ampas. Fase cair merupakan fase minyak yang masih banyak mengandung pengotor seperti serat-serat maupun pasir sehingga perlu dilakukan penyaringan dan klarifikasi untuk memisahkan pengotor-pengotor tersebut.




TBS Setelah Ditimbang

Loading Ramp
Sterilizer
Thresher
Digester
Empty Bunch Press
Bahan Bakar Boiler/ Lapangan
Screw Press
Press Cake
Ampas Kempa
Press Fluid
Cairan Kempa
Air Panas
Pengencer 95OC
TBS Dalam Lori
Brondolan Buah
Tandan Kosong
B
A
 

























Gambar Diagram alir pengolahan kelapa sawit


A
Clarification Tank
Sand Cyclone
Sludge Separator
Sludge Pit
Effluent Pond
PAL Kawasan
Oil Purifier
Vaccum Oil Dryer
CPO Storage Tank
Sludge
Sludge
Air Limbah
Air Limbah
Sand Trap
Sludge Tank
Oil Tank
Minyak
CPO
Air Cucian Berminyak
Pasir Berminyak
Oil Trap
Minyak
Air Limbah
Minyak Mutu Rendah
Vibrating Screen
Crude Oil Tank
 































Gambar Diagram alir pengolahan kelapa sawit (lanjutan)
Pemulusan/Pemurnian Minyak
Proses pemulusan/pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk.
Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemulusan/pemurnian adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau pengotor dalam minyak mungkin biogenic misalnya disintesis oleh tanaman itu sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi pengotor yang diambil oleh tanaman dari lingkungannya. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasar/mentah dari lapang ke pabrik.
Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada 2 tipe dasar teknologi pembersihan yang tersedia untuk minyak:
(i) Pembersihan secara kimia (alkali)
(ii) Pembersihan secara fisik
Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan FFA. Pembersihan secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunakan teknik pembersihan menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas (FFA) pada minyak yang dibersihkan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi) pada proses pembersihan secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut.  Terpisah dari hal tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan demikian, Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (refining factor (RF) < 1.3), biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani.
Refining Factor (RF) adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian.  Faktor ini tergantung pada hasil produk dan kualitas dari input dan dihitung yaitu :  
RF biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan RF dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan temperatur atau menggunakan accurate cross-checked flow meters.


















Gambar Proses pemurnian CPO
Scara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnian secara fisik.

Pemulusan/Pemurnian (Refining) Kimia
Pemulusan/pemurnian secara kimia atau pemulusan/pemurnian basa adalah metode konvensional yang digunakan untuk memurnikan CPO. Ada tiga tahap pada proses refining secara kimia, yaitu 1. Degumming dan Netralisasi, 2. Penjernihan dan Filtrasi, 3. Penghilangan bau
1)      Degumming dan Netralisasi
Pada tahap ini, bagian fosfatida dari minyak dihilangkan dengan menambahkan additive di bawah kondisi reaksi yang spesifik. Additive yang paling umum digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu, dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan asam lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah sehingga akan terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara basa dengan asam lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak tersebut dicuci dengan air panas.  Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut:
R-COOH + NaOH à RCOONa + H2O
2)      Penjernihan dan Filtrasi
Minyak yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu penjernihan. Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam bejana silindris dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”. Minyak tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 90ºC di bawah kondisi vakum. Minyak tersebut di evaporasi hingga kering. Minyak yang kering kemudian ditambahkan karbon sehingga karbon tersebut akan mengadsorpsi warna dari minyak. Campuran minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi untuk memisahkan adsorben dari minyak.  Minyak yang diperoleh lebih jernih dari awal.
3)      Penghilangan Bau
Minyak setelah dilakukan tahap penjernihan masih mengandung beberapa bahan yang menyebabkan bau, sehingga perlu dilakukan tahap deodorisasi.  Minyak yang jernih dimasukkan ke dalam bejana silindris yang dinamakan “Deodoriser”. Deodoriser dijaga pada kondisi vakum yang tinggi kemudian dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi. Senyawa yang volatil akan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan minyak yang bening.
Pemulusan/Pemurnian (Refining) Fisika
Pemulusan secara fisika adalah metode alternatif dimana cara penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang tinggi dan vakum yang rendah. Cara ini menggantikan penambahan basa pada metode pemulusan/pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas dan senyawa volatile lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen stripping yang efektif. Pada tahap pemulusan/pemurnian fisika, FFA di hilangkan pada tahap akhir. Proses pemulusan/pemurnian secara fisika disajikan pada Gambar 31. Kelebihan pemulusan/pemurnian fisika dibanding kimia adalah:
ü Mendapatkan hasil yang baik
ü Asam lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas tinggi
ü Stabilitas minyak baik
ü Peralatan yang digunakan murah
ü Operasinya sederhana













Gambar Proses pemurnian CPO secara fisika


Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO)
Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak sawit yang telah mengalami proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan penghilangan bau.  Minyak ini dikenal khalayak ramai sebagai minyak goreng. Sifat fisiko kimia dari RBDPO dapat dilihat pada.
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)
               Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) merupakan hasil samping pemurnian CPO secara fisika, yaitu setelah tahap deguming, deasidifikasi, dan pengeringan sistem vakum. Komponen terbesar dalam PFAD aadalah asam lemak bebas, komponen karotenoid, dan senyawa volatil lainnya.  Secara umum proses pengolahan (pemurnian) minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0,5% bahan lainnya.  Pada umumnya PFAD digunakan industri sebagai bahan baku sabun ataupun pakan ternak.  PFAD memiliki kandungan  Free Fatty Acid (FFA) sekitar 81,7%, gliserol 14,4%, squalane 0,8%, Vitamin E 0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%.
RBD Olein
RBD Olein merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase cair.  Komponen asam lemak terbesar dari RBD Olein adalah asam oleat.
RBD Stearin
RBD Stearin merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase padat.  Komponen asam lemak terbesar dari RBD stearin adalah asam palmitat.

V.      PEMELIHARAAN DAN PERLINDUNGAN TANAMAN, DAN PEMANENAN
1.    Pemeliharaan Pembibitan
Penyiraman dilakukan dua kali sehari. Penyiangan 2-3 kali sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Bibit tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan. Pemupukan disesuaikan dengan ketentuan pemupukan seperti pada tabel pemupukan TBM di atas.

2.    Pemeliharaan Tanaman
a.    Circle / piringan
Adalah lingkaran disekitar pohon, lebarnya 1,5 – 2 m, berfungsi untuk tempat menabur pupuk dan mempermudah pekerja memanen buah. Dibersihkan dengan cara manual dan kimia dengan rotasi 4 kali setahun (Budie, 2010).
b.    Pasar pikul / path / jalan tikus
Pasar pikul ialah jalan antara baris tanaman yang digunakan pekerja untuk membawa hasil panen dari dalam blok ke TPH. Lebar path 1- 1,5 M. perawatan dilakukan dengan cara manual 4 kali setahun dan kimia 4 kali setahun (Budie, 2010).
c.    TPH/ Tempat pengumpulan hasil
Adalah tempat untuk mengumpulkan buah sawit dari dalam blok, letaknya dijalan koleksi, 3 pasar pikul 1 TPH. Dibersihkan 4 kali setahun dengan cara manual maupun kimia (Budie, 2010).
d.   Lalang
Lalang sangat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit, selain itu, proses penyebaran lalang sangat cepat. Sebaiknya lalang dikendalikan 4 kali setahun dengan cara kimia (Budie, 2010).
e.    Gawangan (Dongkel anak kayu)
Membersihkan gulma dan kelompok anak kayu yang merugikan tanaman maupun mengganggu proses kerja. Dilakukan 4 kali setahun dengan cara manual (Budie, 2010).
f.     Penyulaman
-       Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau tumbuh kurang baik.
-       Saat menyulam yang baik adalah pada musim hujan.
-       Bibit yang digunakan harus seumur dengan tanaman yang disulam yaitu bibit berumur 10 – 14 bulan.
-       Banyaknya sulaman biasanya sekitar 3 – 5 % setiap hektarnya.
-       Cara melaksanakan penyulaman sama dengan cara menanam bibit (Budie, 2010).


g.    Penanaman tanaman penutup tanah
-       Tanaman penutup tanah (tanaman kacangan, Legume Cover Crop atau LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi dan mempertahankan kelembaban tanah, menekan pertumbuhan gulma.
-       Penanaman tanaman kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.
-       Jenis-jenis tanaman kacangan yang umum di perkebunan kelapa sawit adalh Centrosema pubescens, Colopogonium mucunoides dan Pueraria javanica.
-       Biasanya penanaman tanaman kacangan ini dilakukan tercampur (tidak hanya satu jenis) (Budie, 2010).
h.    Pruning dan pemangkasan daun
Yaitu mengurangi daun yang sudah tidak berguna atau kering. Pruning dilakukan untuk memaksimalkan tanaman dalam mendapatkan sinar matahari, selain itu untuk memudahkan proses panen. Selain itu pemangkasan daun adalah bertujuan untuk memperoleh pokok yang bersih, jumlah daun yang optimal dalam satu pohon dan memudahkan panenan. Memangkas daun dilaksanakan sesuai dengan umur / tingkat pertumbuhan tanaman (Budie, 2010).
Macam-macam pemangkasan :
-       Pemangkasan pasir, yaitu pemangkasan yang dilakukan terhadap tanaman yang berumur 16 – 20 bulan dengan maksud untuk membuang daun-daun kering dan buah-buah pertama yang busuk. Alat yang digunakan adalah jenis linggis bermata lebar dan tajam yang disebut dodos.
-       Pemangkasan produksi, yaitu pemangkasan yang dilakukan pada umur 20 – 28 bulan dengan memotong daun-daun tertentu sebagai persiapan pelaksanaan panen. Daun yang dipangkas dalah songgo dua (yaitu daun yang tumbuhnya saling menumpuk satu sama lain), juga buah-buah yang busuk. Alat yang digunakan adalah dodos seperti pada pemangkasan pasir.
-       Pemangkasan pemeliharaan, adalah pemangkasan yang dilakukan setelah tanaman berproduksi dengan maksud membuang daun-daun songgo dua sehingga setiap saat pada pokok hanya terdapat daun sejumlah 28 – 54 helai. Sisa daun pada pemangkasan ini harus sependek mungkin (mepet), agar tidak mengganggu dalam pelaksanaan panenan (Budie, 2010).
i.      Pemupukan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemupukan antara lain :
- Waktu Pemupukan
- Dosis Pemupukan
- Aplikasi Pemupukan
- Pengangkutan dan Ecer Pupuk
- Alat-alat Pemupukan
- Penaburan Pupuk (Budie, 2010).
j.      Pengambilan Contoh Daun
Adalah kegiatan mengambil contoh daun kelapa sawit untuk selanjutnya di analisa. Contoh daun yang diambil adalah daun ke 17, karena posisi daun ke 17 adalah tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, dan diharapkan bahwa proses transpirasi terjadi aktif pada daun ke 17. Daun ke-1 adalah daun yang baru membuka +/- 75% terletak pada posisi paling atas (Budie, 2010).
k.    Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama adalah pengganggu pada tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh serangga dan hewan mamalia yang dapat menurunkan hasil dan secara ekonomis merugikan manusia
a)      Hama Tungau
Penyebab: tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona atau Natural BVR.
b)      Ulat Setora
Penyebab: Setora nitens. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.
c)      Nematoda
Penyebab: Nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Gejala: Daun-daun muda yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Selanjutnya daun berubah warna menjadi kuning dan mengering. Tandan bunga membusuk dan tidak membuka, sehingga tidak menghasilkan buah. Pengendalian: Tanaman yang terserang diracun dengan natrium arsenit. Untuk memberantas sumber infeksi, setelah tanaman mati atau kering dibongkar lalu dibakar.
d)     Kumbang
Penyebab: Oryctes rhinoceros. Serangan hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman muda, sebab jika sampai mengenai titik tumbuhnya menyebabkan penyakit busuk dan mengakibatkan kematian. Pengendalian: Menjaga kebersihan kebun, terutama di sekitar tanaman. Sampah-sampah dan pohon yang mati dibakar, agar larva hama mati. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan jamur Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes.
e)      Penggerek Tandan Buah
Penyebab: Ngengat Tirathaba mundella. Hama ini meletakkan telurnya pada tandan buah, dan setelah menetas larvanya (ulat) akan melubangi buah kelapa sawit. Pengedalian: Semprot dengan insetisida yang mengadung bahan aktif triklorfom 707 gr/lt atau endosulfan 350 gr/lt
f)       Ulat Api
Penyebab: Setora nitens, Darna trima dan Ploneta diducta. Hama pemakan daun. Gejala: Helaian daun berlubang atau habis sama sekali sehingga hanya tinggal tulang daunnya. Gejala ini dimulai dari daun bagian bawah. Pengendalian: Semprot dengan insektisida berbahan aktif triazofos 242 gr/lt karbaril 85 %, dan klorpirifos 25 ULV.
Penyakit Tanaman Kelapa Sawit adalah faktor pengganggu tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh jamur, bakteri atau virus yang secara ekonomis dapat menurunkan hasil
a)      Root Blast
Penyebab: Rhizoctonia lamellifera dan Phythium Sp. Bagian diserang akar. Gejala: bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian: pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO.


b)      Garis Kuning
Penyebab: Fusarium oxysporum. Bagian diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.
c)      Dry Basal Rot
Penyebab: Ceratocyctis paradoxa. Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit.
d)     Bud Rot
Penyebab: bakteri Erwinia. Penyakit ini sering berkaitan erat dengan serangan hama kumbang (Oryctes rhinoceros). Setelah hama menyerang titik tumbuh, kemudian dilanjutkan dengan serangan penyakit ini yang menrupakan serangan sekunder. Gejala: kuncup yang di tengah membusuk sehingga mudah dicabut dan berbau busuk. Akibatnya tanaman akan mati dan jika tetap hidup daun tumbuh tidak normal, kerdil dam kurus. Pengendalian: belum ada cara efektif yang ditemukan dalam pemberantasan penyakit ini. Untuk pencegahannya yaitu menjaga kebersihan (sanitasi) kebun terutama di sekitar tanaman (Sarwani, 2008).

VI.   REKOMENDASI PENELITIAN
1.    Pengaruh Jumlah Pelepah/pohon tanaman kelapa sawit terhadap produksi Tandan Buah Segar (TBS) pada berbagai umur kelapa sawit
Mahkota daun tanaman merupakan dapur atau tempat berlangsungnya proses assimilasi atau dikenal dengan istilah fotosintesa. Proses fotosintesa dihasilkan senyawa karbohidrat, kemudian senyawaan tersebut didistribusikan ke seluruh organ tubuh tanaman. Sehingga tanaman tumbuh dan berkembang hingga berproduksi. Karena itu, pengelolaan tajuk (manajemen kanopi) merupakan aspek kunci maksimalisasi produksi kelapa sawit. Perlakuan pengelolaan tajuk dilakukan antara lain melalui penunasan. Untuk mempermudah perencanaan kegiatan penunasan maka perlu diketahui susunan kedudukan daun/pelepah. Tajuk kelapa sawit yang terbentuk dalam setiap bulannya berjumlah 1-3 buah, tergantung umur dan pertumbuhan tanaman. Setiap tajuk kelapa sawit mendukung
pembentukan kedudukan daun/pelepah yang susunannya membentuk spiral. Daun memiliki rumus 3/8, artinya setiap mengelilingi 3 (tiga) kali spiral terdapat sebanyak 8 daun (tidak termasuk daun pertama). Perputaran spiral ada yang ke arah kiri dan ada yang ke arah kanan, penyebabnya adalah faktor genetik.
Penunasan merupakan upaya pengaturan jumlah pelepah daun yang perlu dipertahankan atau yang tetap menempel di pohon. Lukman, dkk (2003) menjelaskan bahwa jumlah pelepah daun per pohon telah nyata berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan akar, bobot tandan, dan produksi tandan buah segar (TBS), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan.
Dari uraian di atas maka dapat dilihat bahwa ada pengaruh yang nyata antara jumlah pelepah daun kelapa sawit dengan produksi tandan buah segar, namun standar jumlah pelepah daun per pohon yang optimal pada berbagai umur tanaman kelapa sawit masih belum banyak diketahui. Selain itu pengaruh berbagai jenis tanah terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun kelapa sawit, sehingga dapat diketahui efektivitas fotosintesisnya dalam hubungannya terhadap produksi tandan buah segar juga masih belum banyak dikaji. Oleh karena itu rekomendasi penelitian diatas sangat memungkinkan untuk dilakukan guna mengetahui pengaruh jumlah pelepah daun per pohon yang optimal dalam hubungannya terhadap produksi tandan buah segar.  
2.    Pengaruh Pola Tanam Tumpangasari Antara Kelapa Sawit dengan Berbagai Tanaman Pangan Terhadap Sifat Fisik Tanah Ultisol, Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit  
Beberapa kajian sebelumnya telah mengemukakan beberapa strategi guna mengintegrasikan tanaman kelapa sawit dengan tanaman pangan, diantaranya yang dilaporkan oleh LUBIS et al. (1984). Dalam analisisnya dikemukakan pentingnya evaluasi ketersediaan tenaga kerja untuk mengembangkan sistem kelapa sawit-tanaman pangan. Luasan areal kelapa sawit 2,25 ha memerlukan curahan tenaga kerja sebesar 386-473 HOK tiap tahun, padahal potensi minimal tenaga kerja keluarga adalah sebesar 720 HOK, sehingga terdapat kelebihan tenaga kerja keluarga. Lahan diantara kelapa sawit muda dapat diusahakan untuk tanaman sela (tanaman pangan) selama 2 tahun, karena pada tahun ke-3 kelapa sawit telah berbuah. Setelah tahun ke-3 tidak diusahakan tanaman sela, sehingga kelebihan tenaga kerja keluarga dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan.
Pola tanam pada lahan kering tadah hujan telah banyak diteliti, diberbagai wilayah dikaitkan dengan sebaran hujan, beragam dari wilayah-wilayah dengan musim tanam yang relatif panjang (wilayah barat Indonesia) sedangkan wilayah dengan musim tanam pendek (wilayah timur Indonesia). Pola tanam tumpangsari bersisipan dan rotasi tanam, yang meliputi tanaman serealia (jagung, padi gogo), kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau dan kacang uci) dan ubi-ubian (ubikayu, ubijalar) dengan perbaikan teknologi, produktivitas tanaman dapat ditingkatkan.
Pola tanam tipikal untuk wilayah dengan musim tanam panjang (beriklim basah) dapat diintegrasikan dengan tanaman perkebunan kelapa sawit. Integrasi berupa tanaman sela, tergantung jarak tanam kelapa sawit karena menentukan penutupan kanopinya dan tanaman sela tidak mungkin lagi diusahakan. Pada keadaan demikian, pengusahaan tanaman semusim harus pindah ke petakan yang masih terbuka.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengelolaan tanaman dengan pola tumpang sari yaitu antara kelapa sawit dengan beberapa jenis tanaman pangan sangat mungkin untuk dilakukan mengingat beberapa penelitian/percobaan telah dilakukan dan hasilnya telah terbukti bahwa tumpang sari kelapa sawit dengan tanaman pangan dapat dilakuakan dalam suatu lahan budidaya kelapa sawit. Namun penelitian tentang tanaman pangan apa yang lebih cocok untuk tumpang sari dengan kelapa sawit yang ditanam pada spesifik lahan, misalnya pada tanah ultisol, masih belum banyak diteliti. Sehingga upaya untuk memaksimalkan penggunaan lahan pada pertanaman kelapa sawit di tanah ultisol dengan tumpang sari tanaman pangan bisa dikelola dengan baik tanpa mengganggu pertumbuhan dan produktivitas tanaman kelapa sawit.


DAFTAR PUSTAKA
Elok, G. 2010. Kelapa Sawit. http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kelapa-sawit. Diakses pada tanggal 5 April 2012.

Maselanusboman. 2007. Budidaya Kelapa Sawit. http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kelapa-sawit.html. Diakses pada tanggal 5 April 2012.

Nisbantoro, F.U. 2011. Manfaat Kelapa Sawit. http://www.pantonanews.com/756-manfaat-kelapa-sawit. Diakses pada tanggal 5 April 2012.

Catantora. 2012.  Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. http://catatantora.blogspot.com/2012/01/budidaya-tanaman-kelapa-sawit.html. Diakses pada tanggal 5 April 2012.

Budie. 2010. Budidaya Tanaamn Kelapa Sawit. http://wedankkopie.blogspot.com/2010/07/budidaya-tanaman-kelapa-sawit.html. Diakses pada tanggal 5 April 2012.

Suluhkarso. 2010. Budidaya Tanaamn Kelapa Sawit. http://suluhkarsakao.wordpress.com/2010/01/31/budidaya-tanaman-kelapa-sawit/. Diakses pada tanggal 5 April 2012.

Manurung, E.G.T. 2001. Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC. Jakarta.

Sarwani, M. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Masifah, U., dan Zufika, L. 2009. Manajemen Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pertanian. Jakarta.

Indah, M., dan Sinaga, S. 2008. Rancangan Penyuluhan Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Pemupukan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq l.) Di Kecamatan Sei Rampah

Alberto, J., Sulistiyono, E., dan Wachjar, A. 2009. Pengelolaan Air Untuk Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Di Pt Sari Aditya Loka 1, Jambi. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.